
Perbedaan mesin pelet hasil ciptaan SMKN 2 Solo dengan yang ada di pasaran, menurut Thomas, ada pada daya listrik. Mesin pelet yang diciptakannya memakai inverter. Sehingga memiliki daya listrik lebih rendah dibanding yang dijual di pasaran. "Perbedaannya ada pada daya dan harga. Mesin pelet yang di pasaran menyedot daya listrik lebih tinggi," ungkap Thomas Prajnamitra.
Perbedaan lain, menurut siswa jurusan Program Kompetensi Teknik Permesinan itu, ada pada harga. Kebanyakan mesin yang kini dijual dipasaran mencapai harga Rp20 juta, namun harga mesin buatannya paling mahal Rp15 juta, dan untuk yang manual hanya Rp12,5 juta.
Thomas berkata, mesin hasil ciptaannya bisa menampung dan menghasilkan sekira 50 kilogram pelet per jam. Mesin ini juga dilengkapi dengan teknologi pemotong sehingga ukuran pakan ikan bisa disesuaikan.
"Mesin pelet ini memiliki bagian-bagian berupa motor penggerak, pully, corong dan screw," ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Thomas mengakui bahwa pengembangan mesin pelet yang dilakukannya baru sebatas taraf pilot project. "Pelaksanaannya kami mendapat bimbingan dari bapak-bapak guru,” imbuhnya.