
Sang ibu menghasilkan SGD1.600 per dolar sebagai juru ketik. Sedangkan ayahnya, Parry Sim (51), memperbaiki barang elektronik setelah bisnisnya di bidang yang sama terpaksa gulung tikar tiga tahun lalu.
Abigail berhenti menjadi "gadis penjual sikat gigi" setelah para guru di SMA Chung Cheng High (Main) menemukan pekerjaan sampingannya itu. Pihak sekolah kemudian memberikan uang saku SGD80 per bulan yang digunakan Abigail untuk semua kebutuhan sekolahnya.
Gadis berkacamata ini kemudian menggunakan waktu luangnya untuk belajar dengan giat. Usahanya tidak sia-sia. Dia meraih nilai tinggi dalam ujian nasional tahun lalu.
Sekarang, Abigail tercatat sebagai siswa di jurusan sains di Victoria Junior College. Dia pun berharap dapat melanjutkan kuliah pada bidang medis. Cita-citanya adalah menjadi dokter anak (pediatris) dan melakukan kerja suka rela dalam misi kemanusiaan di Afrika.
Ibunda Abigail, Eillron Goh (50) berkata, ketika Abigail menyelesaikan kuliahnya, mereka ingin menjadi backpacker dan pergi ke Afrika bersama. "Saya bisa membantunya sebagai perawat," kata Eillron, seperti dinukil dari Edvantage, Kamis (14/2/2013).
Abigail bertutur, dia terinspirasi dari artikel yang ditunjukkan orangtuanya tentang anak-anak yang sekarat di Afrika. "Adalah hal yang baik jika dapat menyelamatkan anak-anak ini. Dan bekerja suka rela sebagai pediatris akan membuka jalan saya melakukan hal itu," imbuhnya.
Kakak laki-laki Abigail, Clavis (18), kini mengambil jurusan bio-engineering di Singapore. Sementara adiknya, Churston (12) bersekolah di Loyang Secondary School.