
Apalagi bagi para siswa berkebutuhan khusus, seperti Syifa Fauziah dan Eha Lestari. Kedua peserta program Indonesia-US Youth Leadership Exchange (IULX) 2013 itu mengaku sempat mengalami culture shock ketika berada di Negeri Paman Sam itu selama tiga minggu.
"Saya sempat sakit selama di sana. Merasa jet lag karena kondisinya berbeda dengan Indonesia. Saya jadi suka mengantuk saat ikut program. Untungnya orangtua asuh saya di sana sangat baik dan perhatian. Saya sering dibuatkan kopi supaya tidak ngantuk," ujar Syifa, ketika berbincang, beberapa waktu lalu.
Pelajar kelas XI MA Palak, Bogor itu menyebut, keterbatasan fisik yang dimiliki sempat membuat nyalinya ciut untuk mendaftar sebagai salah satu peserta. Menurut Syifa, ketakutan dan rasa minder terus menghantui ketika hendak mendaftar.
"Awalnya saya takut dan tidak mau ikut. Tapi, berkat dorongan teman-teman dan guru, saya jadi berani mendaftarkan diri," jelasnya.
Ketakutan yang sama juga menghinggapi Eha Lestari. Sebagai seorang tuna netra, Tari -begitu dia biasa disapa- ragu akan kemampuannya hidup mandiri di negeri orang.
"Saya sempat ragu apa bisa hidup sendiri di sana sementara di Bandung saya tinggal di asrama dan kadang masih butuh bantuan orang lain. Bagaimana kalau di sana? Siapa yang bisa saya mintakan tolong saat butuh bantuan?" urai Tari.
Tapi, lanjutnya, ketakutan itu berhasil diatasi lewat semangat dan dorongan dari teman-teman dan para gurunya. Rasa takut itu berubah menjadi kekaguman ketika mendapati para pelajar asing dalam program tersebut sangat peduli terhadap kondisinya.
"Mereka semua sangat baik. Teman-teman di sana justru sangat peduli kepada saya dan Syifa. Ditambah lagi fasilitas umum untuk para penyandang kebutuhan khusus sangat lengkap. Mulai dari lift, kamar mandi, dan sebagainya. Beda sekali dengan Bandung yang masih minim," papar Tari.
Dia menambahkan, keberaniannya mengikuti IULX 2013 bukan semata-mata ingin memperkaya pengalaman dan menambah ilmu pengetahuan. Lebih jauh Tari berharap, keikutsertaannya dapat menjadi motivasi yang baik bagi sesama tuna netra dan penyandang kebutuhan khusus lainnya.
"Cita-cita saya ingin menjadi contoh bagi teman-teman yang lain. Sehingga semakin banyak teman dari sekolah saya maupun sekolah lainnya yang ingin mengikuti kegiatan seperti ini. Kalau saya saja bisa, mereka pasti bisa," tandas pelajar kelas XI SLBNA Padjadjaran, Bandung itu.