
Ya, alasan itu yang mendasari Evi Afiantin memilih United Kingdom (UK) sebagai destinasi untuk melanjutkan pendidikan S-2. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana Teknik Kimia, Evi pun memantapkan hati menuju University of Wales tempat profesor idolanya mengajar.
"Saya sangat mengagumi Profesor Richardson yang merupakan penulis dalam setiap buku Kimia yang saya baca. Saya ingin ketemu dan diajar beliau, maka saya pilih University of Wales, tempatnya mengajar," kata Evi dalam acara Great Britain Week di Senayan City, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Tidak hanya sampai di situ, penerima beasiswa Chevening itu pun mengaku kerap diajak berkeliling Inggris oleh Richardson bersama sang istri. Melalui perjalanan bersama pasangan tersebut, Evi mengenal seluk-beluk Wales.
"Setiap Sabtu-Minggu diajak ke luar kota sama Profesor Richardson dan istrinya. Saya jadi mengenal pedalaman Wales karena mereka. Orang-orang Inggris memang ramah kepada mahasiswa asing sehingga membuat kita merasa diterima," tuturnya.
Evi berpendapat, tidak semua orang seberuntung dirinya yang bisa menembus dua beasiswa dalam satu kali coba. Kegagalan, hendaknya tidak membuat kita menyerah tapi justru menjadi motivasi untuk terus berusaha.
"Keterbatasan Anda jangan jadi penghalang. Keterbatasan kemampuan bahasa Inggris, asal daerah, atau kondisi ekonomi. Coba saja dulu. Gagal tidak apa-apa, yang penting bisa merasakan prosesnya. Itu pengalaman luar biasa. Tetap optimistis dan positive thinking," tutup Evi. (Okezone/rfa)