Quantcast
Channel: Colleger Radio | Radio Streaming Anak Kampus dan Portal Berita Pendidikan Beasiswa
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1016

Diskriminasi dalam Dunia Pendidikan Indonesia

$
0
0
Foto: dok. OkezoneColleger Radio - RINTISAN Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang telah diterapkan selama bertahun-tahun dalam dunia pendidikan Indonesia kini resmi dihapuskan. Penghapusan yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 8 Januari 2013 itu menuai dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Pasalnya, eksistensi RSBI dan SBI di Indonesia belakangan ini dinilai sebagai perwujudan diskriminasi dalam dunia pendidikan. 

Latar belakang munculnya RSBI dan SBI di Indonesia dipelopori oleh Pasal 50 ayat (3) UU No 20 Tahun 2003 tentang  Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang menyatakan, "Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional." Mengacu pada pasal tersebut, akhirnya banyak sekolah di Indonesia berlomba menerapkan sistem pendidikan bertaraf internasional. Alih-alih mengkaji definisi dari pendidikan yang bertaraf internasional, mereka menggunakan label “internasional” untuk membentuk sebuah sekolah dengan biaya super mahal dan fasilitas yang mumpuni.
 
Sekolah dengan label RSBI dan SBI memang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia, di samping memfasilitasi anak-anak yang memang potensial secara akademik untuk lebih maju dan setara dengan anak-anak di luar negeri. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, RSBI dan SBI dinilai telah menciptakan kasta dalam dunia pendidikan Indonesia. Jalur masuk yang dibedakan (biasanya lebih awal dari penerimaan siswa reguler), fasilitas yang lebih memadai, alokasi pengajar unggulan, serta bahasa Inggris yang dijadikan sebagai bahasa pengantar membuat RSBI dan SBI terlihat sangat eksklusif. Selain itu, biaya pendidikan di RSBI dan SBI juga umumnya berkali lipat lebih mahal jika dibandingkan dengan sekolah reguler. Akibatnya, hanya anak-anak dari golongan menengah ke atas yang dapat menikmati keunggulan-keunggulan tersebut. Tidakkah fakta ini cukup untuk membuktikan bahwa diskriminasi pendidikan tengah terjadi di Indonesia?
 
Seharusnya sejak awal pemerintah menjelaskan secara terperinci definisi, kriteria dan sistematika dari “sistem pendidikan bertaraf internasional” yang termaktub dalam Pasal 50 ayat (3) UU No 20 Tahun 2003. Kita semua tentu menginginkan kualitas pendidikan di negeri ini terus membaik, namun bukan  dengan cara mengesampingkan nilai-nilai sosial dan mengabaikan prinsip pemerataan pendidikan. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Adanya sekolah-sekolah yang tidak dapat dimasuki oleh semua elemen masyarakat jelas menjadi sebuah pertentangan bagi UUD NKRI.
 
Dengan terhapusnya RSBI dan SBI, diskriminasi dalam dunia pendidikan telah dihilangkan sehingga tidak ada lagi jurang pemisah antargolongan. Namun bukan berarti keunggulan-keunggulan yang sudah tercipta selama ini juga turut dihilangkan. Justru inilah saatnya mewujudkan pendidikan berkualitas tanpa menciderai nilai sosial. Pemerataan pembangunan infrastruktur, pembinaan dan peningkatan kualitas tenaga pengajar, serta evaluasi-evaluasi terhadap sistem harus terus dilakukan. Dengan demikian, mutu pendidikan Indonesia dapat membaik tanpa harus berkiblat pada label “internasional”.
 
Kartika Salam Juarna
Mahasiswa Departemen Biologi
FMIPA Universitas Indonesia (UI)

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1016

Trending Articles