
Apalagi berdasarkan National Science Foundation, 80 persen pekerjaan pada 10 tahun mendatang akan membutuhkan keahlian tersebut. Ironisnya, pencapaian prestasi belajar siswa Indonesia dalam bidang pelajaran sains dan matematika masih terbilang rendah. Kemampuan pelajar Tanah Air di bidang sains dan matematika masih dominan pada level rendah, yakni menghafal.
"Prestasi anak-anak Indonesia di bidang eksakta berada di urutan ke-38 dari 42 negara yang siswanya dites dengan skor 386," ujar Psikolog Pendidikan dari Universitas Indonesia (UI) Wita Mulyani, dalam Media Gathering Eye Level di fX, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (21/3/2013).
Nilai tersebut turun 11 poin dari penilaian pada 2007. Adapun di bidang sains, Indonesia menempati urutan dua terbawah dengan skor 406. Penilaian tersebut dilakukan berdasarkan tes terhadap para pelajar kelas VIII di 42 negara. Nilai ini turun 21 angka dibandingkan TIMSS 2007.
Menurut Wita, ilmu STEM sebenarnya bukan ilmu yang menakutkan dan susah dipelajari. Maka, lanjutnya, kunci untuk membantu siswa mudah dalam mempelajari bidang tersebut adalah kreativitas dari para pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran.
"Matematika merupakan subjek yang membutuhkan konsentrasi tinggi saat dipelajari. Selain itu juga dibutuhkan daya tahan yang kuat sehingga anak-anak dapat mencerna materi dengan baik," tuturnya.
Dia menyebut, selain mengemas materi secara menarik, para tenaga pendidik harus menyampaikan materi sesuai potensi anak didik. Sebab, satu metodologi pembelajaran tidak dapat dipaksakan kepada semua anak didik.
"Ada anak-anak yang secara potensi berbakat di bidang eksakta. Untuk anak-anak dengan potensi seperti ini tidak dibutuhkan usaha sekeras anak-anak yang tidak memiliki bakat di bidang eksakta," jelasnya.