Quantcast
Channel: Colleger Radio | Radio Streaming Anak Kampus dan Portal Berita Pendidikan Beasiswa
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1016

Guru dan Masa Depan Kita

$
0
0
Sudarsono. (Foto: dok pribadi)Colleger Radio - PRESIDEN Soekarno bisa menguasai Indonesia, berpidato memukau, serta disegani dari berbagai Negara. Segala kebesaran Soekarno itu tidak apa-apanya bila tanpa peran penting seorang guru hidup, HOS Cokroaminoto.

Orang sebesar Donald Trump pun juga tidak bisa sebesar sekarang, tanpa peran penting guru yang mengajarinya baca tulis. Itulah peran penting guru, sebagai orangtua kedua dan sekaligus sumber ilmu tak terbatas. Maka tidak heran jika kaisar Jepang, yang pada saat itu negaranya baru saja porak poranda dijatuhi bom atom, menanyakan berapa jumlah guru yang masih ada. Karena beliau berpikiran progresif, mencetak masa depan butuh guru.

Masa depan Indonesia dibangun oleh pendidikan. Dan eksekutor riilnya adalah guru. Sudah tahu kah guru-guru di Indonesia tentang pendidikan Indonesia ini mau dibawa ke mana. Selama bertahun-tahun sudah beberapa kali Indonesia berganti kurikulum yang terkadang membingungkan guru itu sendiri. Saya rasa perlu melibatkan guru dari berbagai generasi untuk menyusun sebuah rancangan kurikulum yang ideal  untuk masa depan pendidikan Indonesia yang lebih jelas.

Selama ini kurikulum dibuat oleh kalangan elitis pendidikan dan senantiasa berubah dalam periode yang sangat dekat. Korbannya adalah guru dan siswa. Dirasa perlu untuk studi banding ke Negara setipe dan pendidikannya maju, semacam Korea, Jepang, dan Jerman, yang distudibandingkan adalah gurunya bukan hanya elitis pendidikan saja.

Secara hitung-hitungan, rasio guru dan siswa di Indonesia adalah yang termasuk mewah jika dibandingkan dengan Negara lain misalnya Korea Selatan (1:30). Di Indonesia rasio guru dan siswa pada 2013 adalah 1:18 (www.tempo.co.id). Jumlah ini secara di atas kertas sangat ideal sekali, tetapi dalam pelaksanaan di lapangan, masih ada sekolah yang kekurangan guru. Masih ada guru yang mencari sekolah lain untuk memenuhi beban mengajar untuk tuntutan sertifikasi.

Secara rasio sudah ideal, tetapi secara pemerataan belum bisa dianggap Ideal. Perlu pembagian guru yang berkulitas dan merata terutama di daerah terpencil yang kekurangan guru bisa dengan imbalan tunjangan yang lebih besar. Saya berharap prestise guru sama halnya prestise seorang dokter di Indonesia.

Sesuai dengan undang-undang dasar, porsi APBN untuk pendidikan dalah 20 persen, dan untuk bebrapa tahun ini sudah dilaksanakan. Alokasi dana sebesar ini adalah peluang dalam penigkatan kualitas dan kesejahteraan guru di Indonesia.

Sudah ada toolsnya yaitu dengan model sertifikasi guru, sudah menjangkau guru yang berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil). Tetapi dampak untuk kualitas belum terasa, perlu diselesaikan. Yang masih menjadi masalah adalah tentang guru Honorer, secara peran mereka sama-sama berperan dalam mensukseskan pendidikan, bahkan terkadang kualitas guru honorer di atas guru PNS.

Solusinya adalah pengetatan masuknya guru honorer didaerah padat guru, dan memberikan tunjangan tinggi dan percepatan pemberian status PNS kepada guru Honorer di daerah terpencil yang kekurangan guru.

Setiap tahun, berbagai universitas telah melahirkan banyak guru, ditunjang juga dengan pelatihan profesi guru yang membuka disiplin ilmu apapun untuk menjadi guru. Jadi secara nyata stok guru di Indonesia tidak kurang-kurangnya. Tetapi masih ada beberapa sekolah terutama daerah terpencil yang kekurangan guru. Dan juga kualitas guru yang menunjang proses pendidikan menuju masa depan perlu menjadi fokusan.

Seorang guru, di samping menuntut haknya, juga harus melaksanakan kewajiban dan sunnah muaakadnya. Kewajibannya adalah mengajar dan mendidik. Sunnah Muakadnya adalah mencari inovasi dan ikut berpikir tentang model pendidikan yang ideal itu seperti apa. Guru wajib memahami filosofi pendidikan sebagai modal untuk mendidik.

Guru memang bisa mencetak orang sepintar Habibie, tapi itu dulu, dan sekarang saya harap guru dan calon guru mampu mencetak dirinya sendiri (belajar lebih) dan mencetak "anak-anaknya Habibie", semoga. Selamat Kongres PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) 2013

Sudarsono
Mahasiswa Teknik Kimia ITS Surabaya
Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia ITS
Peserta PPSDMS Nurul Fikri Angkatan VI Regional 4 Surabaya

Viewing all articles
Browse latest Browse all 1016

Trending Articles