
Berdasarkan hasil pemantauan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo bersama Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono ke Pelabuhan Merak, Pelabuhan Bakauheni, Cikampek, serta pantura, puncak mudik diperkirakan akan terjadi pada H-5. Namun itu hanya sebatas perkiraan dan masih belum bisa dipastikan kebenarannya.
Ini membuktikan pemerintah belum serius mengelola dan mengatur arus mudik. Alhasil, kemacetan sepanjang 4 kilometer masih terjadi di pelabuhan menuju Pulau Sumatera beberapa waktu lalu. Menyikapi hal itu seharusnya pemerintah mampu memperkirakan secara tepat kapan puncak mudik akan terjadi bahkan mungkin menetapkan kapan seharusnya pemudik memulai perjalanan. Mengingat padatnya jalanan saat mudik tiba juga menjadi salah satu faktor terjadinya kecelakaan. Minimal pemerintah bisa “memaksa” institusi-institusi yang memiliki banyak karyawan dari luar Pulau Jawa untuk mudik bertepatan dengan kebijakan pemerintah. Seharusnya pemerintah berani mengambil langkah ini demi kepentingan rakyatnya.
Jumlah pengendara motor saat mudik pada tahun ini juga masih terbilang tinggi. Meski telah disediakan jasa angkutan gratis yang membawa sepeda motor ke beberapa daerah sebagian besar pemudik masih memilih menggunakan sepeda motor. Hal ini membuktikan, pemerintah juga belum mempunyai tekad yang serius untuk menghentikan ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap kendaraan impor roda dua yang tidak aman untuk digunakan jarak jauh tersebut. Juga belum serius mengelola angkutan masal yang murah dan nyaman bagi masyarakat. Wajar saja jika jumlah kecelakaan kendaraan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menjelang Idul Fitri tahun 2012 misalnya, jumlah kecelakaan meningkat hingga 10,29 persen dari tahun sebelumnya.
Selain itu, kemacetan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia diperkirakan terjadi karena buruknya kualitas jalan yang dilalui pemudik. Di Lampung dan beberapa daerah di Pulau Sumatera misalnya, jalan rusak diduga menjadi penyebab utama kemacetan. Kerusakan tersebut bukan tidak diperbaiki oleh pemerintah namun perbaikan yang dilakukan hanya bersifat semu dan sementara. Baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat masih berprinsip “yang penting bisa dilalui saat mudik” untuk memperbaiki jalan tanpa menyentuh kualitas jalan yang baik. Tidak sampai disitu, perbaikan juga dilakukan saat mendekati mudik saja. Sehingga proses perbaikan tersebut juga malah menambah panjang masalah kemacetan.
Berbagai problematika tersebut menggambarkan kepada kita bahwa selama ini kita masih berpikir pendek terhadap suatu masalah. Sama sekali tidak ada tindakan yang menggambarkan kita ingin lepas dari masalah tersebut dengan sebenar-benarnya. Sejatinya hendaklah kita selalu menyelesaikan setiap masalah tuntas sampai ke akarnya sehingga masalah tersebut tidak terulang kembali. Butuh itikad tulus dan ikhlas untuk melakukan itu. Ayo, mulai perbaiki diri dan bangsa ini sampai ke akarnya!
Ali Munawar
Mahasiswa Sastra Arab
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung