
Di akhir bulan juga mahasiswa biasanya sangat rajin menjalin silaturahim dengan teman-teman di sekitarnya. Akan tetapi, silaturahim ini bukan tanpa tujuan karena dompet-dompet mahasiswa yang kosong terutama perut yang semakin keroncongan memaksa mahasiswa akhirnya untuk meminta bantuan mahasiswa lainnya, atau dalam bahasa lain, ngutang.
Apa yang saya gambarkan di atas adalah sebuah realita, fakta, dan berdasarkan data yang ada; karena apa yang terjadi di atas dialami oleh mahasiswa yang saya kenal dengan sangat baik. Mahasiswa tersebut adalah saya sendiri. Saya menulis tulisan ini setelah saya sarapan dengan ayam goreng kecap karena saya menulis di tanggal 1 Maret (awal bulan). Bisa jadi jika saya menulis tulisan ini kemarin mungkin saya sedang sarapan dengan tahu. Hari ini juga saya harus menjalin silaturahim dengan beberapa teman. Bukan untuk meminta bantuan, tapi untuk mengembalikan bantuan yang mereka sudah berikan. Ya, karena lagi-lagi ini tanggal 1 Maret.
Akan tetapi, hal di atas terjadi jika kita hanya menggantungkan diri terhadap uang bulanan kiriman dari orangtua. Hal ini akan berbeda ceritanya jika hari ini uang beasiswa bulanan saya yang sudah tiga bulan tertunda turun dan uang honor mengajar di dua tempat berbeda juga cair. Ya, kita mahasiswa sebisa mungkin jangan hanya menggantungkan diri terhadap uang bulanan yang dikirim kedua orangtua. Kita harus lebih kreatif, inovatif, dan solutif untuk menghadapi kerasnya hidup di tanah rantau. Ada banyak peluang beasiswa di luar sana, ada banyak juga kesempatan mengajar bimbel atau pun privat, atau proyek-proyek di kampus berupa penelitian.
Ada banyak peluang, tapi tidak banyak di antara kita yang siap menerima peluang tersebut untuk akhirnya keluar sebagai pemenang. Akan tetapi jauh lebih banyak lagi orang-orang yang hari ini masih diberi kesempatan kedua oleh Tuhan. Kesempatan baru untuk memulai hidup yang lebih baik, menjadi mahasiswa yang lebih kreatif, inovatif, dan solutif menghadapi tantangan hidupnya. Hari ini kita akan mulai melangkahkan kaki kita untuk meraih peluang beasiswa, mengajar privat atau bimbel, atau bahkan mengerjakan proyek-proyek di kampus. Kita tidak akan lagi hanya menggantungkan nasib kita terhadap uang bulanan yang dikirim oleh orangtua. Kita juga tidak akan lagi mengalami perubahan kehidupan 180 derajat di akhir bulan, dan tentu saja hari ini kita akan menjalin silaturahim dengan teman-teman kita dengan niat yang jauh lebih ikhlas.
Aji Agus Permadi
Mahasiswa Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Ketua Umum Forkoma UI Banten
Apa yang saya gambarkan di atas adalah sebuah realita, fakta, dan berdasarkan data yang ada; karena apa yang terjadi di atas dialami oleh mahasiswa yang saya kenal dengan sangat baik. Mahasiswa tersebut adalah saya sendiri. Saya menulis tulisan ini setelah saya sarapan dengan ayam goreng kecap karena saya menulis di tanggal 1 Maret (awal bulan). Bisa jadi jika saya menulis tulisan ini kemarin mungkin saya sedang sarapan dengan tahu. Hari ini juga saya harus menjalin silaturahim dengan beberapa teman. Bukan untuk meminta bantuan, tapi untuk mengembalikan bantuan yang mereka sudah berikan. Ya, karena lagi-lagi ini tanggal 1 Maret.
Akan tetapi, hal di atas terjadi jika kita hanya menggantungkan diri terhadap uang bulanan kiriman dari orangtua. Hal ini akan berbeda ceritanya jika hari ini uang beasiswa bulanan saya yang sudah tiga bulan tertunda turun dan uang honor mengajar di dua tempat berbeda juga cair. Ya, kita mahasiswa sebisa mungkin jangan hanya menggantungkan diri terhadap uang bulanan yang dikirim kedua orangtua. Kita harus lebih kreatif, inovatif, dan solutif untuk menghadapi kerasnya hidup di tanah rantau. Ada banyak peluang beasiswa di luar sana, ada banyak juga kesempatan mengajar bimbel atau pun privat, atau proyek-proyek di kampus berupa penelitian.
Ada banyak peluang, tapi tidak banyak di antara kita yang siap menerima peluang tersebut untuk akhirnya keluar sebagai pemenang. Akan tetapi jauh lebih banyak lagi orang-orang yang hari ini masih diberi kesempatan kedua oleh Tuhan. Kesempatan baru untuk memulai hidup yang lebih baik, menjadi mahasiswa yang lebih kreatif, inovatif, dan solutif menghadapi tantangan hidupnya. Hari ini kita akan mulai melangkahkan kaki kita untuk meraih peluang beasiswa, mengajar privat atau bimbel, atau bahkan mengerjakan proyek-proyek di kampus. Kita tidak akan lagi hanya menggantungkan nasib kita terhadap uang bulanan yang dikirim oleh orangtua. Kita juga tidak akan lagi mengalami perubahan kehidupan 180 derajat di akhir bulan, dan tentu saja hari ini kita akan menjalin silaturahim dengan teman-teman kita dengan niat yang jauh lebih ikhlas.
Aji Agus Permadi
Mahasiswa Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Ketua Umum Forkoma UI Banten